Thursday, June 15, 2017

Partisipasi Waseda Dalam Perhelatan Tahunan Badminton Nokodai Cup 2017


Setelah 2 minggu mengikuti agenta tahunan "Futsal" di kampus Tokyo Institute of Technology, tepat pada hari minggu, 14 Mei 2017, perwakilan dari PPi Waseda kembali tampil dalam perhelatan tahunan "Badminton" yang berlangsung di Tokyo University of Agriculture and Technology (Nokodai). Seperti halnya dengan Tokodai Cup, hampir 100 orang memadati aula pertandingan. Selain itu, tidak hanya diikuti oleh warga Indonesia yang sedang belajar dan bekerja, tetapi juga warga Jepang yang sangat tertarik dengan cabang olahraga Badminton. Warga Jepang tersebut sedang belajar di jenjang S1 dan S2 di Universitas Nokodai.




Dokumentasi PPI Waseda

Kampus hijau yang terletak di Fuchu, membutuhkan 15 menit dengan bus umum dari Stasiun Kokunbunji. Lokasi kampus tergolong jauh dari pusat belanja dan hiburan. Namun demikian, kegiatan berlangsung meriah meskipun diselingi dengan istirahat untuk makan siang dan sholat.  Menjelang sore hari, Nokodai Cup 2017 resmi ditutup dengan berakhirnya pertandingan.

Diharapkan kegiatan seperti ini bisa memberikan nilai positif untuk saling tukar pikiran antar sesama dan menjalin persahabatan antara warga Indonesia dan Jepang.


Dokumentasi PPI Waseda




Ditulis oleh: Sigit Candra Wiranata Kusuma
Candidate of Master of International Relation of ASEAN
Graduate School of Asia-Pacific Studies

Waseda Tampil di Ajang Kompetisi Futsal: Tokodai Cup 2017


Kamis, 4 Mei 2017,  Waseda FC berpartisipasi dalam agenda tahunan kompetisi  futsal tingkat KANTO  atau TOKODAI CUP  bertempat di Tokyo Institute of Technology, Ookayama Campus. Kali ini tim Waseda berhasil mengikuti seluruh mekanisme dan aturan main yang diberlakukan  meskipun belum bisa memegang juara 3 besar.  Kompetisi yang berlangsung sehari penuh diramaikan oleh perwakilan dari 23 komisariat  persatuan pelajar di Universitas wilayah KANTO. Kedekatan dan kebersamaan antar sesama warga Indonesia mengalir begitu saja diawal acara sampai berakhirnya kompetisi tersebut.



Dokumentasi PPI Waseda

Saya sendiri menyempatkan untuk bertemu dengan Ketua PPI dari kampus lain karena hampir 5 bulan belum ada diskusi bersama lagi oleh PPI KANTO.  Ternyata kegiatan ini tidak hanya diikuti pelajar Indonesia di Universitas area KANTO  tetapi juga pelajar dari Sekolah Republik Indonesia Tokyo (SRIT) dan komunitas TNI yang sedang mengikuti latihan dan pendidikan Militer di Jepang.  Dari segi kuantitas, jumlah seluruh warga Indonesia yang hadir termasuk suporter lebih dari 150 orang.  Ini menjadikan suasana lebih hidup sepanjang kegiatan berlangsung.

Diharapkan agenda tahunan seperti TOKODAI CUP tidak hanya mencetak pemain futsal unggulan tetapi juga meningkatkan rasa kekeluargaan antar sesama warga Indonesia yang tinggal di Jepang.


Dokumentasi PPI Waseda



Ditulis oleh: Sigit Candra Wiranata Kusuma
Candidate of Master of International Relation of ASEAN

Graduate School of Asia-Pacific Studies

Saturday, May 27, 2017

Menillik Kembali Sejarah dan Makna Hari Buruh (May Day)


Hari buruh atau juga dikenal dengan May Day jatuh pada tanggal 1 May. Hari buruh merupakan hari bersejarah yang bahkan ditetapkan sebagai hari libur nasional di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Hari buruh berawal dari perjuangan buruh dalam menuntut keadilan bagi mereka pada abad 19 di Amerika Serikat. Saat itu intensifnya jam kerja (19-20 jam) dan minimnya upah menjadi pemicu para buruh dalam melakukan mogok kerja. Pada tahun 1882, parade hari buruh pertama diadakan di kota New York, Amerika Serikat dan pada 1 mei 1886, para buruh di Amerika Serikat melakukan protes besar-besaran untuk menuntut pengurangan jam kerja menjadi 8 jam sehari. Hari ini pun dinobatkan sebagai hari buruh international oleh Kongres Sosialis Dunia pada 1889.

Di Indonesia, hari buruh mulai diperingati pada tahun 1992. Namun, pada masa orde baru hari buruh tidak lagi diperingati karena aksi ini dihubungkan dengan gerakan komunis. Baru pada tahun 2006, hari buruh kembali diperingati dan secara resmi menjadi hari libur nasional pada tahun 2014. Di Jepang, hari buruh berbarengan dengan jatuhnya golden week atau hari libur nasional selama seminggu penuh, mulai dari tangal 29 april sampai 5 mei.

Mengapa hari buruh menjadi begitu penting sehingga ditetapkan sebagai hari libur nasional oleh berbagai negara di dunia termasuk Indonesia? Karena pekerja juga punya hak atas pembatasan waktu kerja, cuti, upah kerja yang setimpal, jaminan social, keselamatan dan kesehatan kerja. Dengan peringatan Hari buruh, dapat menjadi momentum bagi pemerintah dan pengusaha untuk lebih memperhatikan hak-hak para buruh dan menyadari bahwa pekerja juga mempunyai peranan penting di dalam perekonomian negara. Bagi kaum buruh sendiri hal ini dapat memperkuat integritas antar sesama pekerja sehingga dapat menjadi wadah dalam menyampaikan aspirasi.

Tahun ini, pada peringatan hari buruh di tanah air, ada 3 tuntutan utama yang digaungkan kaum buruh : penghapusan outsourcing dan magang, penetapan jaminan sosial, dan penolakan upah murah. Para buruh berharap pemerintah dapat memperbaiki system di tiga area tersebut dan dapat memperbaiki nasib buruh di Indonesia.
Semoga kaum buruh di seluruh dunia dan di tanah air dapat meraih kesejahteraan dan hak-haknya. Selamat hari buruh !

Ditulis oleh: Yuliska

Candidate of Master of Computer Science and Communications Engineering

Sunday, May 7, 2017

Penyambutan Mahasiswa Baru Musim Semi 2017 - Tak Kenal Maka Kenalan


Dokumentasi PPI Waseda

Baru kenal tapi terasa akrab. Itulah suasana yang saya rasakan diacara gathering penyambutan mahasiswa baru oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia Waseda University (PPI Waseda) pada tanggal 8 April 2017. Penyambutan kali ini ditujukan untuk mahasiwa Indonesia yang memulai perkuliahan sejak Spring 2017. Kegiatan ini adalah salah satu acara rutin tahunan PPI Waseda.  Sebagai mahasiswa baru, hadir diacara seperti ini menurut saya sangat bermanfaat karena selain menambah teman (teman satu angkatan dan juga para senpai) tetapi juga mendapatkan informasi penting yang umumnya dibutuhkan mahasiswa baru atau yang baru pertama datang di Jepang. Apakah itu info mengenai housing yang strategis dan terjangkau, tempat belanja barang kebutuhan yang murah meriah bahkan gratis, tempat yang menyediakan makanan/produk halal, tempat ibadah (masjid dan mushollah), hingga tempat olahraga dan tempat wisata. Selain itu, sharing tentang pengalaman para senpai dalam hal akademik maupun interaksi dengan Sensei dan teman satu lab. Para senpai juga dengan senang hati mau berbagi tips bagaimana memanfaatkan fasilitas dan layanan kampus untuk menunjang kelancaran studi. Acara ini sangat bermanfaat. Penjelasan yang sering diselingi candaan dan gelak tawa para peserta membuat suasana jadi terasa santai dan hangat.

Tidak sulit mencari pelajar Indonesia di Waseda University. Menurut ketua PPI Waseda periode 2016-2017, Mas Sigit (Master tahun ke 2 Graduate School of Asia Pasific Studies), ada sekitar 70 orang mahasiwa Indonesia yang terdaftar sedang studi di Waseda University untuk berbagai jurusan dan jenjang pendidikan dari mulai exchange student, S1, S2, S3 hingga post-doctoral. PPI Waseda tidak hanya aktif di forum gathering saja yang diadakan sekali dalam sebulan, tetapi juga aktif di forum media sosial online seperti di group line PPI Waseda dan facebook.  Berbagai info penting biasanya disebarkan melalui group line ini, sehingga group line PPI Waseda hampir tak pernah sepi setiap harinya. Acara gathering terdekat berikutnya adalah anually event Indonesia Culture Night, ajang pagelaran seni dan budaya Indonesia ke seluruh warga Waseda. Bertemu dengan orang Indonesia diberbagai kesempatan serasa bertemu keluarga. Tidak perduli suku, asal daerah, warna kulit, dan agama, kami disini adalah satu, Indonesia.

Dokumentasi PPI Waseda

Oleh: Jubaidah
Ph.D of Nuclear Energy, Graduate School of Advanced Science and Engineering

Ohanami - Sakura di Sungai Kanda


Dokumentasi PPI Waseda

Hari Sabtu, 8 April 2017 warga PPI Waseda  berkumpul bersama  untuk menikmati indahnya sakura di tepi sungai Kanda (Kanda River - 神田 Kandagawa -, sebelah Utara Main Campus Waseda). Pemandangan yang menakjubkan! Sejauh mata memandang kanan kiri sungai penuh dengan  bunga sakura yang sedang mekar. Warna pink nya yang lembut menggoda setiap mata yang memandangnya.  Tak hanya orang asing, orang Jepang pun takjub akan keindahannya. Hingga orang Jepang memiliki kebiasaan ber-ohanami (yaitu menikmati bunga sakura dengan berkumpul dan bercengkrama di bawah pohon sakura).  Kami pun tak lupa berfoto mengabadikan moment langka yang hanya beberapa hari dalam setahun. Pemandangan semakin indah dengan adanya lampion merah yang digantungkan diantara pohon sakura. Sesekali kami dihujani kelopak bunga sakura yang gugur ditiup angin, menjadikan moment terasa seperti berada di film anime Jepang.  Bagi saya yang baru mulai kuliah sejak April 2017, ini merupakan Sakura pertama saya. Tak henti-hentinya saya berucap syukur di dalam hati karena mendapat kesempatan menikmati keindahan dan kesempurnaan ciptaan-Nya, Cherry blosoom. Sakura bathing di tepi Sungai Kanda merupakan salah satu tempat terbaik menikmati Cherry blosoom di kota Tokyo. 

Sakura bathing berlanjut dengan menyusuri tepi sungai Kanda hingga ke Taman Innokashira. Dalam taman Innokashira terdapat Japanse Style Garden yang membawa pengunjung ke masa Zaman Edo. Ada sebuah pohon sakura yang cukup besar di dalam taman ini. Kami pun beristirahat sejenak dengan alas tempat duduk yang sudah tersedia dibawah pohon. Sambil menikmati sakura, obrolan pun mengalir sambil berbagi pengalaman. Dari obrolan membuat kami saling mengenal lebih dekat. Tanpa terasa haripun mulai sore dan Kami pun berpisah setelah foto bersama dengan background Sakura. Terselip do’a semoga PPI Waseda dapat mekar berjaya dan berkarya bagi bangsa Indonesia, seperti sakura yang selalu ditunggu kehadirannya.

Dokumentasi PPI Waseda

Oleh: Jubaidah
PhD Candidate of Nuclear Energy, Graduate School of Advanced Science and Engineering

Indonesian Culture Night 2017


Dokumentasi PPI Waseda

Untuk pertama kalinya sejak saya tiba di Tokyo September 2016, saya mengikuti Malam Budaya Indonesia di Universitas Waseda tangal 20 April 2017. Berhubung saya ini sebenarnya mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang), teman-teman dari Indonesia yang saya temui di Waseda hanyalah teman-teman yang kebetulan sekelas atau teman yang memang telah lama bertemu sejak sebelum saya hengkang ke negeri matahari terbit ini. Maka saya bertekad untuk menghadiri acara ini agar bisa memperluas jejaring pertemanan saya dengan teman-teman sebangsa setanah air sendiri.

Untunglah, salah satu teman saya yang juga adalah mantan dosen saya waktu saya kuliah S1 di Indonesia, ternyata telah tergabung dalam PPI Waseda. Setelah berbincang-bincang dengan beliau, saya pun menawarkan diri untuk membantu di Malam Budaya Indonesia di stand Bahasa Indonesia.

Pertukaran budaya selalu menjadi salah satu minat saya sejak saya masih di Indonesia, dan saya tidaklah 100% awam dalam kegiatan pertukaran budaya, karenanya kegiatan mengajarkan Bahasa Indonesia ke masyarakat asing yang mungkin bahkan belum pernah mendengar bahasa ibu saya sepanjang hidup mereka merupakan sesuatu yang menurut saya sangatlah menarik.

Setelah berbekal kebaya Bali yang diberikan oleh Pekak saya sebelum saya hijrah ke negeri Sakura ini, saya pun menyiapkan diri untuk Malam Budaya Indonesia. Kenalan saya bertambah,  karena saya ditemani oleh mantan dosen saya dan dua teman baru.

Tentu karena ini adalah ajang untuk mempromosikan negeri dan bahasa saya, tentu saya dan teman-teman tidak ingin langsung mengintimidasi para tamu nantinya dengan bahasa Indonesia versi Pujangga Baru atau bahkan Bahasa Indonesia a la Pramoedya Ananta Toer, jadi kami hanya memulai dengan perkenalan yang sederhana dalam bahasa Indonesia formal, semacam, “Selamat malam! Nama saya (nama mereka). Saya dari (asal negara). Salam kenal!”

Dokumentasi PPI Waseda

Meski saya tidaklah asing dengan acara-acara budaya semacam ini di Indonesia, namun ini adalah kali pertama saya mengikuti ajang semacam ini di negeri orang, karenanya saya benar-benar tidak berusaha untuk memprediksi akan menghadapi berapa banyak orang, atau menemui berapa banyak orang asing yang tertarik dengan bahasa ibu saya. Alhasil, saya cukup terkejut mendapati banyaknya tamu yang mendatangi meja kami setelah melihat kartu raksasa bertuliskan perkenalan sederhana dalam bahasa Indonesia tersebut. Percaya atau tidak, mengajar bahasa Indonesia itu susah-susah gampang! Justru karena ini adalah bahasa ibu yang memang wajib saya pelajari sedari kecil, mau tidak mau, maka sebagai orang native, saya tentu jadi lebih tidak perhatian dengan struktur bahasa ibu saya (bahasa Inggris saja mungkin saya jauh lebih fasih!). Tapi saya merasa puas apabila setiap tamu yang datang bisa mengucapkan tiap kata dengan sangat baik, dan memahami arti kata-kata yang kami ajarkan.


Selain itu, hal yang lebih membuat saya terkejut adalah banyaknya orang Jepang yang telah fasih berbahasa Indonesia. Padahal mereka mengaku baru saja belajar selama 6 bulan. Bahkan di kamar kecil seorang gadis Jepang dengan akrab mengajak saya mengobrol dalam bahasa Indonesia yang cukup lancar lantasan beliau melihat saya mengenakan kebaya Bali. Siapa sangka, ternyata beliau bahkan pernah belajar bahasa Indonesia di Ubud (siapa sih yang nggak suka Ubud?)! Saya tiba-tiba merasa malu bahwa saya sudah tinggal di negara mereka selama hampir 7 bulan lamanya dan bahasa Jepang saya masih kalah dengan anak TK. Tapi saya menikmati antusiasme mereka yang terlihat sangat tertarik dengan negara saya. Saya bahkan mengajak salah seorang teman saya yang kebetulan juga orang Jepang untuk ikut menghadiri Malam Budaya Indonesia, meski beliau bukanlah mahasiswi Waseda. Tidak lupa saya juga mengajak satu teman orang Perancis dan juga orang Spanyol. Dan saya senang memperhatikan decak kekaguman mereka akan tiap-tiap pertunjukkan yang mereka tonton dalam acara ini. Seusai acara, saya langsung menanyakan kesan-kesan mereka, dan saya merasakan excitement mereka akan budaya Indonesia yang memanglah bhinneka tunggal ika. Mereka sudah berkali-kali memberitahu saya bahwa mereka sangat ingin mengunjungi Indonesia. Mudah-mudahan saja mereka semakin bertekad sekarang!


Oleh: Dian Asih Laksmi Wijayanti
Master Candidate of International Relation, Graduate School of Asia-Pacific Studies

Wednesday, April 26, 2017

Mengenang Kartini Di Negeri Sakura


Setelah sekian lama tidak merayakan Hari Kartini, untuk pertama kalinya saya tidak berada di tanah air tercinta saat Hari Libur Nasional. Untuk permulaan, saya (sudah pasti) merindukan hari liburnya, namun terlepas dari itu, tentu karena perjalanan ke kampus tidak diramaikan adik-adik yang mengenakan pakaian daerah. Jadi sedikit mengingat bagaimana gembiranya saya ketika pertama kali berpartisipasi dalam drama musikal sekolah untuk memperingati Hari Kartini.Dengan mengenakan baju tradisional Jawa dan sanggul yang tidak bertahan hingga 15 menit.

Saya yakin dalam drama musikal tersebut mungkin hampir semua lakonnya tidak paham mengapa semua ini didedikasikan untuk “Ibu Kita Kartini”. Selain karena semua lakon masih berusia taman kanak-kanak, juga karena penjelasan tentang jasa kartini tidak begitu elaboratif. “Kartini memperjuangkan emansipasi wanita” begitulah yang banyak disampaikan, baik di dalam maupun di luar ruang kelas. Namun, saya rasa Kartini berhak menerima narasi lebih dari itu. Memang singkatnya demikian, namun lebih banyak informasi tidak akan melukai siapapun, bukan?

Siapa itu Kartini? Mengapa hari lahirnya ditetapkan sebagai hari libur nasional? Mengapa ada lagu wajib nasional tentang beliau?

Raden Ajeng Kartini, lahir sebagai keturunan bangsawan Jawa di tahun 1879, di tengah masa kependudukan Belanda. Gelar pahlawan nasional tidak diperolehnya karena gugur di medan perang untuk membela kedaulatan, tidak pula dengan merebut kekuasaan dari tangan penjajah. melainkan, dengan menulis surat.

Pada usia 12 tahun Kartini dipingit untuk persiapan menikah. Pada periode tersebutlah Kartini mulai berkirim surat dengan orang-orang yang aktif dalam gerakan sosialis dan feminis di Eropa. Dalam tulisannya, Kartini menyampaikan pemikirannya mengenai bagaimana kebudayaan Jawa mempersulit wanita untuk mengenyam pendidikan lebih tinggi. Beliau membayangkan kelak dunianya dapat memberdayakan dan memberikan pencerahan terhadap kaum wanita melalui pendidikan. Setelah Kartini tutup usia di tahun 1904, dengan dukungan Menteri Kebudayaan Hindia Belanda pada saat itu, perjuangan Kartini membuahkan hasil ketika “Sekolah Kartini" didirikan, yang mana menandai peningkatan keterbukaan akses pendidikan bagi perempuan pribumi.

Sedikit diketahui khalayak umum, dalam surat-surat yang dituliskannya, Kartini telah membicarakan mengenai bangsa, dimana saat itu konsep kebangsaan itu sendiri belum ada, ketika Indonesia masih jauh dari kibaran sang saka, lantunan lagu kebangsaan, maupun dasar negara. Budi Utomo (1908) mungkin memang menjadi gerakan nasionalis resmi pertama di Indonesia, namun fakta bahwa Kartini telah menorehkan ide-ide mengenai konsepsi tersebut terlebih dahulu, menunjukkan betapa beliau lebih dari sekedar pahlawan emansipasi wanita.

Memaknai perjuangan R. A. Kartini pada hari ini, saya bersyukur dengan segala keunggulan dan keterbatasan saya sebagai perempuan dalam era persaingan modern. Dampak dari tulisan beliau menghantarkan Bangsa Indonesia tumbuh menjadi negara yang terus mendukung wanita untuk berprestasi dibidangnya. Lebih daripada itu, latar belakang kisah perjuangan Kartini dan fakta-fakta dibaliknya, menunjukkan bahwa Kartini bukan hanya sosok emansipator kaum hawa, namun juga sosok nasionalis sejati yang mana kegigihan dan pemikirannya patut menjadi teladan bagi setiap penerus perjuangan pahlawan bangsa. Baik wanita, maupun pria.





Oleh: Lady Mahendra
Candidate of Master of Arts in International Culture and Communication Studies