Wednesday, April 26, 2017

Mengenang Kartini Di Negeri Sakura


Setelah sekian lama tidak merayakan Hari Kartini, untuk pertama kalinya saya tidak berada di tanah air tercinta saat Hari Libur Nasional. Untuk permulaan, saya (sudah pasti) merindukan hari liburnya, namun terlepas dari itu, tentu karena perjalanan ke kampus tidak diramaikan adik-adik yang mengenakan pakaian daerah. Jadi sedikit mengingat bagaimana gembiranya saya ketika pertama kali berpartisipasi dalam drama musikal sekolah untuk memperingati Hari Kartini.Dengan mengenakan baju tradisional Jawa dan sanggul yang tidak bertahan hingga 15 menit.

Saya yakin dalam drama musikal tersebut mungkin hampir semua lakonnya tidak paham mengapa semua ini didedikasikan untuk “Ibu Kita Kartini”. Selain karena semua lakon masih berusia taman kanak-kanak, juga karena penjelasan tentang jasa kartini tidak begitu elaboratif. “Kartini memperjuangkan emansipasi wanita” begitulah yang banyak disampaikan, baik di dalam maupun di luar ruang kelas. Namun, saya rasa Kartini berhak menerima narasi lebih dari itu. Memang singkatnya demikian, namun lebih banyak informasi tidak akan melukai siapapun, bukan?

Siapa itu Kartini? Mengapa hari lahirnya ditetapkan sebagai hari libur nasional? Mengapa ada lagu wajib nasional tentang beliau?

Raden Ajeng Kartini, lahir sebagai keturunan bangsawan Jawa di tahun 1879, di tengah masa kependudukan Belanda. Gelar pahlawan nasional tidak diperolehnya karena gugur di medan perang untuk membela kedaulatan, tidak pula dengan merebut kekuasaan dari tangan penjajah. melainkan, dengan menulis surat.

Pada usia 12 tahun Kartini dipingit untuk persiapan menikah. Pada periode tersebutlah Kartini mulai berkirim surat dengan orang-orang yang aktif dalam gerakan sosialis dan feminis di Eropa. Dalam tulisannya, Kartini menyampaikan pemikirannya mengenai bagaimana kebudayaan Jawa mempersulit wanita untuk mengenyam pendidikan lebih tinggi. Beliau membayangkan kelak dunianya dapat memberdayakan dan memberikan pencerahan terhadap kaum wanita melalui pendidikan. Setelah Kartini tutup usia di tahun 1904, dengan dukungan Menteri Kebudayaan Hindia Belanda pada saat itu, perjuangan Kartini membuahkan hasil ketika “Sekolah Kartini" didirikan, yang mana menandai peningkatan keterbukaan akses pendidikan bagi perempuan pribumi.

Sedikit diketahui khalayak umum, dalam surat-surat yang dituliskannya, Kartini telah membicarakan mengenai bangsa, dimana saat itu konsep kebangsaan itu sendiri belum ada, ketika Indonesia masih jauh dari kibaran sang saka, lantunan lagu kebangsaan, maupun dasar negara. Budi Utomo (1908) mungkin memang menjadi gerakan nasionalis resmi pertama di Indonesia, namun fakta bahwa Kartini telah menorehkan ide-ide mengenai konsepsi tersebut terlebih dahulu, menunjukkan betapa beliau lebih dari sekedar pahlawan emansipasi wanita.

Memaknai perjuangan R. A. Kartini pada hari ini, saya bersyukur dengan segala keunggulan dan keterbatasan saya sebagai perempuan dalam era persaingan modern. Dampak dari tulisan beliau menghantarkan Bangsa Indonesia tumbuh menjadi negara yang terus mendukung wanita untuk berprestasi dibidangnya. Lebih daripada itu, latar belakang kisah perjuangan Kartini dan fakta-fakta dibaliknya, menunjukkan bahwa Kartini bukan hanya sosok emansipator kaum hawa, namun juga sosok nasionalis sejati yang mana kegigihan dan pemikirannya patut menjadi teladan bagi setiap penerus perjuangan pahlawan bangsa. Baik wanita, maupun pria.





Oleh: Lady Mahendra
Candidate of Master of Arts in International Culture and Communication Studies