Untuk pertama kalinya sejak saya tiba di Tokyo September 2016, saya
mengikuti Malam Budaya Indonesia di Universitas Waseda tangal 20 April
2017. Berhubung saya ini sebenarnya mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang),
teman-teman dari Indonesia yang saya temui di Waseda hanyalah teman-teman yang
kebetulan sekelas atau teman yang memang telah lama bertemu sejak sebelum saya
hengkang ke negeri matahari terbit ini. Maka saya
bertekad untuk menghadiri acara ini agar bisa memperluas jejaring pertemanan
saya dengan teman-teman sebangsa setanah air sendiri.
Untunglah, salah satu teman saya yang juga adalah mantan dosen saya
waktu saya kuliah S1 di Indonesia, ternyata telah tergabung dalam PPI Waseda. Setelah berbincang-bincang dengan beliau, saya pun
menawarkan diri untuk membantu di Malam Budaya Indonesia di stand Bahasa
Indonesia.
Pertukaran budaya selalu menjadi salah satu minat saya sejak saya masih
di Indonesia, dan saya tidaklah 100% awam dalam kegiatan
pertukaran budaya, karenanya kegiatan mengajarkan Bahasa Indonesia ke masyarakat asing yang
mungkin bahkan belum pernah mendengar bahasa ibu saya sepanjang hidup mereka
merupakan sesuatu yang menurut saya sangatlah menarik.
Setelah berbekal kebaya Bali yang diberikan oleh Pekak saya sebelum saya
hijrah ke negeri Sakura ini, saya pun menyiapkan diri untuk Malam Budaya
Indonesia. Kenalan saya bertambah, karena saya
ditemani oleh mantan dosen saya dan dua teman baru.
Tentu karena ini adalah ajang untuk mempromosikan negeri dan bahasa
saya, tentu saya dan teman-teman tidak ingin langsung mengintimidasi para tamu
nantinya dengan bahasa Indonesia versi Pujangga Baru atau bahkan Bahasa
Indonesia a la Pramoedya Ananta Toer, jadi kami hanya memulai dengan perkenalan
yang sederhana dalam bahasa Indonesia formal, semacam, “Selamat malam! Nama
saya (nama mereka). Saya dari (asal negara). Salam kenal!”
Dokumentasi
PPI Waseda
Meski saya tidaklah asing dengan acara-acara budaya
semacam ini di Indonesia, namun ini adalah kali pertama saya mengikuti ajang
semacam ini di negeri orang, karenanya saya benar-benar tidak berusaha untuk
memprediksi akan menghadapi berapa banyak orang, atau menemui berapa banyak
orang asing yang tertarik dengan bahasa ibu saya. Alhasil, saya
cukup terkejut mendapati banyaknya tamu yang mendatangi meja kami setelah
melihat kartu raksasa bertuliskan perkenalan sederhana dalam bahasa Indonesia
tersebut. Percaya atau tidak, mengajar bahasa Indonesia itu susah-susah gampang!
Justru karena ini adalah bahasa ibu yang memang wajib saya pelajari sedari
kecil, mau tidak mau, maka sebagai orang native, saya tentu
jadi lebih tidak perhatian dengan struktur bahasa ibu saya (bahasa Inggris saja
mungkin saya jauh lebih fasih!). Tapi saya merasa puas apabila setiap tamu yang
datang bisa mengucapkan tiap kata dengan sangat baik, dan memahami arti
kata-kata yang kami ajarkan.
Selain itu, hal yang lebih membuat saya terkejut adalah banyaknya orang
Jepang yang telah fasih berbahasa Indonesia. Padahal mereka
mengaku baru saja belajar selama 6 bulan. Bahkan di kamar kecil seorang gadis
Jepang dengan akrab mengajak saya mengobrol dalam bahasa Indonesia yang cukup
lancar lantasan beliau melihat saya mengenakan kebaya Bali. Siapa sangka,
ternyata beliau bahkan pernah belajar bahasa Indonesia di Ubud (siapa sih
yang nggak suka Ubud?)! Saya tiba-tiba merasa malu bahwa saya
sudah tinggal di negara mereka selama hampir 7 bulan lamanya dan bahasa Jepang
saya masih kalah dengan anak TK. Tapi saya menikmati antusiasme mereka yang terlihat
sangat tertarik dengan negara saya. Saya bahkan mengajak salah seorang teman
saya yang kebetulan juga orang Jepang untuk ikut menghadiri Malam Budaya
Indonesia, meski beliau bukanlah mahasiswi Waseda. Tidak lupa saya juga
mengajak satu teman orang Perancis dan juga orang Spanyol. Dan saya senang
memperhatikan decak kekaguman mereka akan tiap-tiap pertunjukkan yang mereka
tonton dalam acara ini. Seusai acara, saya langsung menanyakan kesan-kesan
mereka, dan saya merasakan excitement mereka akan budaya
Indonesia yang memanglah bhinneka tunggal ika. Mereka sudah
berkali-kali memberitahu saya bahwa mereka sangat ingin mengunjungi Indonesia.
Mudah-mudahan saja mereka semakin bertekad sekarang!
Oleh: Dian Asih Laksmi Wijayanti
Master Candidate of International Relation,
Graduate School of Asia-Pacific Studies
No comments:
Post a Comment